Oleh Nuy Rebel
Awalnya Venezuela…
Kita mulai saja ceritanya pada era kolonial. Penyelenggaraan pendidikan Venezuela dimonopoli oleh golongan Gereja Katolik Roma. Hanya minoritas yang bisa mengakses pendidikan, yaitu pemilik tanah dan kalangan bangsawan gereja saja, dengan sistem ajaran ala bangsawan Spanyol. Lalu muncul gagasan pendidikan, dimana hirarki sosial yang kaku yang membedakan antara seorang pemikir atau penulis dengan pekerja manual/teknik. Studi filsafat atau sastrawan memiliki prestise lebih tinggi dibandingkan studi teknis ilmiah, sehingga pendidikan kejuruan yang berorientasi teknis dan praktek cenderung diabaikan. Sistem pendidikan dikemas dengan struktur kaku di kurikulumnya.
Awal abad 19, seiring berkembangnya liberalisme revolusi Perancis dan Amerika, muncul pemikiran baru mengenai pendidikan. Konsep baru itu dibawa oleh Simon Bolivar yang banyak terinspirasi oleh pemikiran JJ Rousseau dan sistem pendidikan Perancis yang cenderung menguji pengetahuan dengan praktek ilmiah. Dari situ, muncul pemikiran konsep pendidikan publik, yang seharusnya tidak kaku pada teori dan bebas didapat oleh rakyat Venezuela. Setelah deklarasi awal kemerdekaan pada tahun 1811, Bolivar mengeluarkan serangkaian keputusan tentang pendidikan gratis. Sayangnya, saat kematiannya pada tahun 1830, sebagian besar program yang ia ajukan belum diterapkan.
Sampai datang masa Antonio Guzmán Blanco pada tahun 1870. Wajah pendidikan Venezuela disambut dengan dikeluarkan dekrit di mana ia mengakui pendidikan umum wajib dasar sebagai tanggung jawab pemerintah nasional, negara bagian, dan lokal. Peran gereja sebagai pemegang monopoli pendidikan Venezuela pelan-pelan mulai berkurang. Rezim Guzmán melanjutkan untuk mengatur administrasi dan pembiayaan sistem sekolah, mendirikan Departemen Pendidikan Umum dan lapangan kerja seluasnya untuk guru-guru. Pada tahun 1891 National University of Zulia di Maracaibo diciptakan, diikuti pada tahun berikutnya dengan National University of Carabobo di Valencia. Tapi ini awal yang ambisius itu terhenti mendadak. National University of Carabobo ditutup tak lama setelah membuka dan tutup kembali sampai 1958. National University of Zulia, ditutup pada tahun 1904, tidak berfungsi lagi sampai 1946.
Pemerintahan pun berganti ke kediktatoran panjang Juan Vicente Gómez. Di satu sisi pendidikan disikapi acuh tak acuh dan sikap represif terhadap kritik dan tuntutan mahasiswa. Namun, pendidikan di periode cukup berhasil memeratakan sekolah umum hingga ke daerah-daerah pedesaan.
Selanjutnya, pada masa kediktatoran Pérez Jiménez (1948-1958), pendidikan justru mengalami kemunduran. Rezim ini cukup represif dalam menanggapi kritik dan keluhan dari kalangan mahasiswa dan fakultas, yang sering menuntut tanggung jawab pemerintah atas anggaran pendidikan yang dipotong. Hal ini berdampak pada naiknya biaya pendidikan yang mengakibatkan jumlah siswa yang masuk dan lulus dari universitas menurun.
Beralihtangannya Venezuela kepada pemerintahan yang demokratis pada tahun 1958 telah membawa komitmen untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan pemeretaan pendidikan. Sejumlah universitas yang baru dibuka di seluruh negeri, seperti penyuluhan pertanian untuk petani Venezuela, dan program pendidikan karikatif dipancarsiarkan di radio dan televisi agar kesempatan belajar lebih luas. Secara umum, dapat diakui bahwa hanya sesudah tahun 1958 cita-cita dan tujuan Guzmán Blanco mulai diwijudkan secara sistematis. Pemberlakuan enam tahun sekolah dasar yang wajib sampai 1980, ketika Organic Law tentang Pendidikan disahkan. Hukum ini berlaku untuk pendidikan prasekolah wajib dan sembilan tahun pendidikan dasar.
Pada tahap ini, prestise jurusan filsafat dan sastra masih jauh menonjol dibandingkan jurusan teknik atau ilmu kejuruan. Padahal, Venezuela pada saat itu sangat membutuhkan banyak lulusan teknik dan insinyur yang diharapkan dapat mendorong kemajuan bangsa. Maka sejak 1969 pemerintah telah membuat kebijakan untuk membuka kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, khususnya pendidikan teknik dan kejuruan. Selain itu, nampak jeas kesenjangan antara sekolah-sekolah swasta dengan sekolah yang dibiayai pemerintah. Perbedaan itu nampak dari segi fasilitas dan gaji tenaga pendidik, bahwa sekolah swasta lebih baik daripada sekolah negeri, sehingga menimbulkan perspektif bahwa swasta lebih punya prestise dan favorit di kalangan masyarakat Venezuela.
Venezuela menjadi negara yang pendidikannya paling berkembang pesat pada 1970-an dan 1980-an dibandingkan negara Amerika Latin lainnya. Tingkat pastisipasi peserta didik dan pendidik meningkat tajam. Pendaftaran sekolah dasar naik lebih dari 30 persen dan sekolah menengah dengan lebih dari 50 persen, sedangkan tingkat universitas pendaftaran hampir dua kali lipat. Universitas paling terkenal dan tertua adalah Central University of Venezuela, di Caracas.
Bencana dimulai, tatkala Carloz Andres Perez naik tahta. Kebijakan pemerintah yang notabene perpanjangan tangan negara imperialis Amerika melalui Structural Adjusment Program (SAP) yang di gawangi oleh IMF, telah menghantarkan Venezuela ke jurang Reformasi Ekonomi Neoliberal. Serentetan kisah kemunduran Venezuela dari Inflasi mencapai 80,7%, upah riil menurun hingga 40%, pengangguran mencapai 14%, dan 80,42% Rakyat hidup dalam kemiskinan. Skala besar pemiskinan struktural mulai menyebar dengan bang boom minyak, dan diperparah dengan kebijakan 'konsensus Washington' (Williamson, 1993). Pendidikan pun mengalami penurunan sangat drastis, terutama dari segi partisipasi masyarakat. Tak lama rezim ini tumbang dan digantikan oleh Rafael Caldera.
Pendidikan di era Caldera sedikit mengalami kebangkitan. Namun, hal yang benar-benar signifikan dirasakan masyarakat (sektor pendidikan) justru di masa kepemimpinan setelah Caldera, yaitu pemerintahan Hugo Chávez yang memenangkan Pemilu pada 6 Desember 1998. Pendidikan Venezuela ala transisi Bolivarian siap dijalankan.
Pendidikan ala Transisi Bolivarian
Setelah Venezuela dipimpin oleh pemerintahan Chavez, ada upaya untuk merevolusi seluruh sistem ideologis, yaitu revolusi dengan budaya dan pendidikan. Hal ini menjadi suatu skema transisi sosialisme ala Chavez. Transformasi pendidikan di Venezuela secara radikal diarahkan kepada kurikulum dengan kesadaran politik dan kelas yang lebih tinggi, struktur sosial yang lebih egaliter, dan sebagai tahap perwujudan konsep menuju model masyarakat baru, yang disebut Sosialisme abad 21. Berikut beberapa peran pendidikan untuk mencapai Transisi Masyarakat Sosialisme Bolivarian.
Transisi pendidikan ala Bolivarian menempatkan negara sebagai poros menuju maksimalisasi kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, pendidikan terutama, juga pekerjaan, perlindungan dan promosi ekonomi sosial adalah kebutuhan pokok strategis yang pertama harus dipenuhi oleh negara kepada rakyatnya. Pendidikan diarahkan bukan semata berorientasi untuk bekerja, namun output pendidikan harus mengutamakan pemberdayaan dan pengabdian demi kepentingan masyarakat.
Pendidikan Bolivarian menjadi alat sangat penting untuk mencapai "protagonistic" demokrasi. Maka, prinsip konsep pendidikan ini adalah memperluas partisipasi pendidikan bagi seluruh rakyat sebagai bagian integral dari kurikulum.
Terkait dengan percepatan penciptaan institusionalisme aparatur negara baru, de-birokratisasi dari Negara dan pengembangan kebijakan publik ditandai dengan partisipasi warga dan tanggung jawab bersama - dalam proses desain, implementasi, dan kontrol kebijakan. Dan, kedua, ada peran signifikan dalam pemberantasan korupsi di aparatur negara, di mana pendidikan tinggi harus memberikan pola pikir siap berkomitmen untuk kepentingan umum dan yang memiliki rasa yang kuat bagi pengabdian masyarakat.
Pendidikan ditujukan untuk mempercepat pembangunan model produksi baru menuju terciptanya sistem ekonomi baru. Pendidikan tinggi Bolivarian harus responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang paling miskin, kritis terhadap realita ekonomi sosial, dan memberikan kontribusi pada keragaman dan ketahan sektor produksi/industri dalam rangka untuk melawan ketergantungan dengan modal asing dan pasar liberal.
Untuk melanjutkan counter sistem kapitalisme internasional ,wakil Menteri Kebudayaan dan SDM, Héctor Soto, menganggap pendidikan untuk mempromosikan sebuah proyek edukatif-kultural alternatif dalam sebuah konsepsi geo-politik integrasi negara-negara Amerika Latin, yang memungkinkan kita untuk menghadapi dan memetakan proyek monopoli imperialisme. Dalam implementasinya, isi kurikulum pendidikan tinggi mengarahkan siswa untuk menganalisis masalah-masalah lokal dari perspektif global (kemiskinan struktural, penjajahan modal, dsb).
Chavez mengutip parafrase Paulo Freire, dan menegaskan: "the act of reading and studying is a liberating act, education is liberating, let’s go then, go ahead with education, towards the liberation of our people" (MES, 2005: 10). Oleh karena itu, sistem pendidikan Bolivarian dapat dianggap bertujuan melawan segala bentuk diskriminasi dan dominasi ekonomi antara individu dan kelas sosial, yaitu "melawan tatanan kapitalis sarat pemiskinan massal struktural dan kesenjangan kelas" (Freire dikutip di MC, 2005).
Sebagai catatan, konsep ideologi Bolivarian memang sangat mencolok dan seolah-olah mengindoktrinasi para anak didik dengan nilai-nilai sosialis. Dampak dari pemberlakuan pendidikan ala Bolivarian ini sempat juga mendapat protes keras dari kalangan anti Chavez, termasuk sebagian gerakan mahasiswa. Kritik mereka, bahwa pendidikan adalah kebebasan setiap peserta didik untuk menganut ideologi apa pun, namun pendidikan ala Bolivarian telah mengarahkan ke satu ideologi saja.
Pemerataan Pendidikan ala Transisi Bolivarian
Awal tahun 2010, ada laporan UNESCO yang mengatakan 'bahwa 4 juta anak-anak Venezuela berada tak berpendidikan, namun Menteri Pendidikan Hector Navarro membantah klaim dari pemimpin oposisi (anti Chavez) itu. Sebaliknya, banyak hal yang luput dari analisa laporan itu. Diantaranya misi pendidikan yang disiapkan pemerintah sebagai antisipati ketidakmerataan pendidikan tidak diperhitungkan oleh laporan itu. Venezuela mencoba memajukan pendidikan di semua bidang, seperti pendidikan bayi, pendidikan kualitas bagi pengajar, misi pendidikan gender, misi melek huruf pemuda dan orang dewasa, peningkatan kualitas pendidikan, dan kebutuhan belajar orang dewasa dan pemuda.
Sejak tahun 2003 pemerintah telah meluncurkan berbagai misi untuk mengatasi masalah pendidikan, antara lain Misi Sucre; yaitu pendidikan setingkat universitas untuk orang-orang yang sebelumnya dikeluarkan dari pendidikan (drop out atau putus sekolah), karena faktor biaya dan lokasi. Misi Ribas; untuk melayani pendidikan sekunder bagi siswa dewasa (yang tidak sempat mengenyam pendidikan sekolah). Misi Robinson; konsep pendidikan untuk memberantas buta aksara. Setengah juta mahasiswa lulus dari Misi Ribas dalam tiga tahun pertama dan pada tahun 2008 Misi Sucre memiliki 527.000 siswa yang terdaftar. Ada pula Senifa (Layanan Pendidikan untuk Bayi dan Keluarga). Senifa adalah lembaga pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pendidikan awal dan bantuan untuk anak usia 0-6 melalui pengasuhan anak masyarakat, disebut Simoncitos (semacam Paud).
Tak pelak, dari rentetan historinya, penyelenggaraan pendidikan di Venezuela terbilang cukup maju dibanding negara-negara Amerika Latin lainnya. Data dari Education for all Development Index, menyebutkan bahwa Venezuela menempati peringkat ke-55 untuk tingkat melek huruf orang dewasa, ke-74 untuk kesetaraan gender, dan ke-49 untuk tingkat partisipasi siswa ex-putus sekolah. (NB : data ini perlu diverifikasi)
Tulisan ini sekedar mengantarkan kepada wacana tentang strategi dan semoga menjadi tawaran ke depan dalam membangun suatu sistem pendidikan yang kita cita-citakan (Gratis, Ilmiah, Demokratis, dan Bervisi Kerakyatan, tentunya…).
Semoga bermanfaat. Viva Sosialisme !
Sumber :
Venezuela : Higher Education for All oleh Thomas Muhr dan Antoni Verger – Journal for Critical Education Policy Studies
UNESCO : Education in Venezuela has Highly Improved, oleh Tamara Pearson - Venezuelanalysis.com
Kita mulai saja ceritanya pada era kolonial. Penyelenggaraan pendidikan Venezuela dimonopoli oleh golongan Gereja Katolik Roma. Hanya minoritas yang bisa mengakses pendidikan, yaitu pemilik tanah dan kalangan bangsawan gereja saja, dengan sistem ajaran ala bangsawan Spanyol. Lalu muncul gagasan pendidikan, dimana hirarki sosial yang kaku yang membedakan antara seorang pemikir atau penulis dengan pekerja manual/teknik. Studi filsafat atau sastrawan memiliki prestise lebih tinggi dibandingkan studi teknis ilmiah, sehingga pendidikan kejuruan yang berorientasi teknis dan praktek cenderung diabaikan. Sistem pendidikan dikemas dengan struktur kaku di kurikulumnya.
Awal abad 19, seiring berkembangnya liberalisme revolusi Perancis dan Amerika, muncul pemikiran baru mengenai pendidikan. Konsep baru itu dibawa oleh Simon Bolivar yang banyak terinspirasi oleh pemikiran JJ Rousseau dan sistem pendidikan Perancis yang cenderung menguji pengetahuan dengan praktek ilmiah. Dari situ, muncul pemikiran konsep pendidikan publik, yang seharusnya tidak kaku pada teori dan bebas didapat oleh rakyat Venezuela. Setelah deklarasi awal kemerdekaan pada tahun 1811, Bolivar mengeluarkan serangkaian keputusan tentang pendidikan gratis. Sayangnya, saat kematiannya pada tahun 1830, sebagian besar program yang ia ajukan belum diterapkan.
Sampai datang masa Antonio Guzmán Blanco pada tahun 1870. Wajah pendidikan Venezuela disambut dengan dikeluarkan dekrit di mana ia mengakui pendidikan umum wajib dasar sebagai tanggung jawab pemerintah nasional, negara bagian, dan lokal. Peran gereja sebagai pemegang monopoli pendidikan Venezuela pelan-pelan mulai berkurang. Rezim Guzmán melanjutkan untuk mengatur administrasi dan pembiayaan sistem sekolah, mendirikan Departemen Pendidikan Umum dan lapangan kerja seluasnya untuk guru-guru. Pada tahun 1891 National University of Zulia di Maracaibo diciptakan, diikuti pada tahun berikutnya dengan National University of Carabobo di Valencia. Tapi ini awal yang ambisius itu terhenti mendadak. National University of Carabobo ditutup tak lama setelah membuka dan tutup kembali sampai 1958. National University of Zulia, ditutup pada tahun 1904, tidak berfungsi lagi sampai 1946.
Pemerintahan pun berganti ke kediktatoran panjang Juan Vicente Gómez. Di satu sisi pendidikan disikapi acuh tak acuh dan sikap represif terhadap kritik dan tuntutan mahasiswa. Namun, pendidikan di periode cukup berhasil memeratakan sekolah umum hingga ke daerah-daerah pedesaan.
Selanjutnya, pada masa kediktatoran Pérez Jiménez (1948-1958), pendidikan justru mengalami kemunduran. Rezim ini cukup represif dalam menanggapi kritik dan keluhan dari kalangan mahasiswa dan fakultas, yang sering menuntut tanggung jawab pemerintah atas anggaran pendidikan yang dipotong. Hal ini berdampak pada naiknya biaya pendidikan yang mengakibatkan jumlah siswa yang masuk dan lulus dari universitas menurun.
Beralihtangannya Venezuela kepada pemerintahan yang demokratis pada tahun 1958 telah membawa komitmen untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan pemeretaan pendidikan. Sejumlah universitas yang baru dibuka di seluruh negeri, seperti penyuluhan pertanian untuk petani Venezuela, dan program pendidikan karikatif dipancarsiarkan di radio dan televisi agar kesempatan belajar lebih luas. Secara umum, dapat diakui bahwa hanya sesudah tahun 1958 cita-cita dan tujuan Guzmán Blanco mulai diwijudkan secara sistematis. Pemberlakuan enam tahun sekolah dasar yang wajib sampai 1980, ketika Organic Law tentang Pendidikan disahkan. Hukum ini berlaku untuk pendidikan prasekolah wajib dan sembilan tahun pendidikan dasar.
Pada tahap ini, prestise jurusan filsafat dan sastra masih jauh menonjol dibandingkan jurusan teknik atau ilmu kejuruan. Padahal, Venezuela pada saat itu sangat membutuhkan banyak lulusan teknik dan insinyur yang diharapkan dapat mendorong kemajuan bangsa. Maka sejak 1969 pemerintah telah membuat kebijakan untuk membuka kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, khususnya pendidikan teknik dan kejuruan. Selain itu, nampak jeas kesenjangan antara sekolah-sekolah swasta dengan sekolah yang dibiayai pemerintah. Perbedaan itu nampak dari segi fasilitas dan gaji tenaga pendidik, bahwa sekolah swasta lebih baik daripada sekolah negeri, sehingga menimbulkan perspektif bahwa swasta lebih punya prestise dan favorit di kalangan masyarakat Venezuela.
Venezuela menjadi negara yang pendidikannya paling berkembang pesat pada 1970-an dan 1980-an dibandingkan negara Amerika Latin lainnya. Tingkat pastisipasi peserta didik dan pendidik meningkat tajam. Pendaftaran sekolah dasar naik lebih dari 30 persen dan sekolah menengah dengan lebih dari 50 persen, sedangkan tingkat universitas pendaftaran hampir dua kali lipat. Universitas paling terkenal dan tertua adalah Central University of Venezuela, di Caracas.
Bencana dimulai, tatkala Carloz Andres Perez naik tahta. Kebijakan pemerintah yang notabene perpanjangan tangan negara imperialis Amerika melalui Structural Adjusment Program (SAP) yang di gawangi oleh IMF, telah menghantarkan Venezuela ke jurang Reformasi Ekonomi Neoliberal. Serentetan kisah kemunduran Venezuela dari Inflasi mencapai 80,7%, upah riil menurun hingga 40%, pengangguran mencapai 14%, dan 80,42% Rakyat hidup dalam kemiskinan. Skala besar pemiskinan struktural mulai menyebar dengan bang boom minyak, dan diperparah dengan kebijakan 'konsensus Washington' (Williamson, 1993). Pendidikan pun mengalami penurunan sangat drastis, terutama dari segi partisipasi masyarakat. Tak lama rezim ini tumbang dan digantikan oleh Rafael Caldera.
Pendidikan di era Caldera sedikit mengalami kebangkitan. Namun, hal yang benar-benar signifikan dirasakan masyarakat (sektor pendidikan) justru di masa kepemimpinan setelah Caldera, yaitu pemerintahan Hugo Chávez yang memenangkan Pemilu pada 6 Desember 1998. Pendidikan Venezuela ala transisi Bolivarian siap dijalankan.
Pendidikan ala Transisi Bolivarian
Setelah Venezuela dipimpin oleh pemerintahan Chavez, ada upaya untuk merevolusi seluruh sistem ideologis, yaitu revolusi dengan budaya dan pendidikan. Hal ini menjadi suatu skema transisi sosialisme ala Chavez. Transformasi pendidikan di Venezuela secara radikal diarahkan kepada kurikulum dengan kesadaran politik dan kelas yang lebih tinggi, struktur sosial yang lebih egaliter, dan sebagai tahap perwujudan konsep menuju model masyarakat baru, yang disebut Sosialisme abad 21. Berikut beberapa peran pendidikan untuk mencapai Transisi Masyarakat Sosialisme Bolivarian.
Transisi pendidikan ala Bolivarian menempatkan negara sebagai poros menuju maksimalisasi kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, pendidikan terutama, juga pekerjaan, perlindungan dan promosi ekonomi sosial adalah kebutuhan pokok strategis yang pertama harus dipenuhi oleh negara kepada rakyatnya. Pendidikan diarahkan bukan semata berorientasi untuk bekerja, namun output pendidikan harus mengutamakan pemberdayaan dan pengabdian demi kepentingan masyarakat.
Pendidikan Bolivarian menjadi alat sangat penting untuk mencapai "protagonistic" demokrasi. Maka, prinsip konsep pendidikan ini adalah memperluas partisipasi pendidikan bagi seluruh rakyat sebagai bagian integral dari kurikulum.
Terkait dengan percepatan penciptaan institusionalisme aparatur negara baru, de-birokratisasi dari Negara dan pengembangan kebijakan publik ditandai dengan partisipasi warga dan tanggung jawab bersama - dalam proses desain, implementasi, dan kontrol kebijakan. Dan, kedua, ada peran signifikan dalam pemberantasan korupsi di aparatur negara, di mana pendidikan tinggi harus memberikan pola pikir siap berkomitmen untuk kepentingan umum dan yang memiliki rasa yang kuat bagi pengabdian masyarakat.
Pendidikan ditujukan untuk mempercepat pembangunan model produksi baru menuju terciptanya sistem ekonomi baru. Pendidikan tinggi Bolivarian harus responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang paling miskin, kritis terhadap realita ekonomi sosial, dan memberikan kontribusi pada keragaman dan ketahan sektor produksi/industri dalam rangka untuk melawan ketergantungan dengan modal asing dan pasar liberal.
Untuk melanjutkan counter sistem kapitalisme internasional ,wakil Menteri Kebudayaan dan SDM, Héctor Soto, menganggap pendidikan untuk mempromosikan sebuah proyek edukatif-kultural alternatif dalam sebuah konsepsi geo-politik integrasi negara-negara Amerika Latin, yang memungkinkan kita untuk menghadapi dan memetakan proyek monopoli imperialisme. Dalam implementasinya, isi kurikulum pendidikan tinggi mengarahkan siswa untuk menganalisis masalah-masalah lokal dari perspektif global (kemiskinan struktural, penjajahan modal, dsb).
Chavez mengutip parafrase Paulo Freire, dan menegaskan: "the act of reading and studying is a liberating act, education is liberating, let’s go then, go ahead with education, towards the liberation of our people" (MES, 2005: 10). Oleh karena itu, sistem pendidikan Bolivarian dapat dianggap bertujuan melawan segala bentuk diskriminasi dan dominasi ekonomi antara individu dan kelas sosial, yaitu "melawan tatanan kapitalis sarat pemiskinan massal struktural dan kesenjangan kelas" (Freire dikutip di MC, 2005).
Sebagai catatan, konsep ideologi Bolivarian memang sangat mencolok dan seolah-olah mengindoktrinasi para anak didik dengan nilai-nilai sosialis. Dampak dari pemberlakuan pendidikan ala Bolivarian ini sempat juga mendapat protes keras dari kalangan anti Chavez, termasuk sebagian gerakan mahasiswa. Kritik mereka, bahwa pendidikan adalah kebebasan setiap peserta didik untuk menganut ideologi apa pun, namun pendidikan ala Bolivarian telah mengarahkan ke satu ideologi saja.
Pemerataan Pendidikan ala Transisi Bolivarian
Awal tahun 2010, ada laporan UNESCO yang mengatakan 'bahwa 4 juta anak-anak Venezuela berada tak berpendidikan, namun Menteri Pendidikan Hector Navarro membantah klaim dari pemimpin oposisi (anti Chavez) itu. Sebaliknya, banyak hal yang luput dari analisa laporan itu. Diantaranya misi pendidikan yang disiapkan pemerintah sebagai antisipati ketidakmerataan pendidikan tidak diperhitungkan oleh laporan itu. Venezuela mencoba memajukan pendidikan di semua bidang, seperti pendidikan bayi, pendidikan kualitas bagi pengajar, misi pendidikan gender, misi melek huruf pemuda dan orang dewasa, peningkatan kualitas pendidikan, dan kebutuhan belajar orang dewasa dan pemuda.
Sejak tahun 2003 pemerintah telah meluncurkan berbagai misi untuk mengatasi masalah pendidikan, antara lain Misi Sucre; yaitu pendidikan setingkat universitas untuk orang-orang yang sebelumnya dikeluarkan dari pendidikan (drop out atau putus sekolah), karena faktor biaya dan lokasi. Misi Ribas; untuk melayani pendidikan sekunder bagi siswa dewasa (yang tidak sempat mengenyam pendidikan sekolah). Misi Robinson; konsep pendidikan untuk memberantas buta aksara. Setengah juta mahasiswa lulus dari Misi Ribas dalam tiga tahun pertama dan pada tahun 2008 Misi Sucre memiliki 527.000 siswa yang terdaftar. Ada pula Senifa (Layanan Pendidikan untuk Bayi dan Keluarga). Senifa adalah lembaga pemerintah yang bertujuan untuk memberikan pendidikan awal dan bantuan untuk anak usia 0-6 melalui pengasuhan anak masyarakat, disebut Simoncitos (semacam Paud).
Tak pelak, dari rentetan historinya, penyelenggaraan pendidikan di Venezuela terbilang cukup maju dibanding negara-negara Amerika Latin lainnya. Data dari Education for all Development Index, menyebutkan bahwa Venezuela menempati peringkat ke-55 untuk tingkat melek huruf orang dewasa, ke-74 untuk kesetaraan gender, dan ke-49 untuk tingkat partisipasi siswa ex-putus sekolah. (NB : data ini perlu diverifikasi)
Tulisan ini sekedar mengantarkan kepada wacana tentang strategi dan semoga menjadi tawaran ke depan dalam membangun suatu sistem pendidikan yang kita cita-citakan (Gratis, Ilmiah, Demokratis, dan Bervisi Kerakyatan, tentunya…).
Semoga bermanfaat. Viva Sosialisme !
Sumber :
Venezuela : Higher Education for All oleh Thomas Muhr dan Antoni Verger – Journal for Critical Education Policy Studies
UNESCO : Education in Venezuela has Highly Improved, oleh Tamara Pearson - Venezuelanalysis.com