aku berfikir tentang sebuah gerakan
tapi mana mungkin aku nuntut sendirian
aku berfikir tentang gerakan
tapi mana mungkin kalau diam ?
(Tentang Sebuah Gerakan, Wiji Thukul, 1989)
Sebagai organisasi massa yang progressif secara garis besar kita mempunyai 3 (tiga) pekerjaan pokok secara organisasional; yakni Pendidikan, Propaganda dan Pengorganisiran (3P). Tiga kerja pokok ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Mereka harus berjalan dengan selaras atau secara sinergis.
Unit perjuangan sebagai alat untuk memassifkan kerja komisariat
1. Keselarasan atau kesinergisan kerja juga harus dibangun dalam pola hubungan antara organ-organ yang saling berhubungan sehingga kerja menjadi efektif, kalau tidak tentunya akan terjadi kekacauan dalam bekerja. Contohnya suatu orkestra, apabila ada satu saja instrument musik yang tidak selaras dalam bunyi maka tentu saja lagu yang terdengar menjadi tidak merdu bahkan menjadi tidak enak didengar. Kerja kita bukannya menjawab masalah, malahan menjadi masalah itu sendiri. Tiap kampus mempunyai kondisi khusus yang berbeda, hal ini tentu saja tidak usah kita perdebatkan lebih lanjut. Tetapi kekhususan tentu saja mempunyai batasnya, karena dari kekhususan-kekhususan yang sama terbentuklah sebuah “keumuman”. Untuk itu perlulah sekitarnya dibentuk suatu konsep umum mengenai tata pola hubungan antara komisariat dan unit-unit “dibawahnya”.
2. Untuk memaksimalkan dan menopang kerja-kerja pokok(3P) dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal dalam lingkup kampus. Komisariat dapat membentuk “sub-organ” yang taktis atau organ taktis. Dalam lingkungan perguruan tinggi ada organisasi-organisasi yang diakui keberadaannya secara formal (lembaga formal) oleh pihak penyelenggara pendidikan atau pengelola. Secara garis besar organisasi-organisasi ini mempunyai 2 (dua) sifat pokok; pertama, yang bersifat politis misalnya Senat, BEM, Parlemen Mahasiswa, dsb. Dan kedua, yang bersifat hobby dan kegiatan berorientasi sosial-budaya atau UKM.
3. Organ taktis yang berupa lembaga formal kita sebut sebagai Unit Perjuangan (UP). Suatu lembaga formal disebut UP, jika dalam organisasi tersebut terdapat kepemimpinan program kita. Kepemimpinan program ini dilakukan, diperjuangkan dan dijaga oleh para anggota kita yang bekerja (ditugaskan) dalam organisasi tersebut. Suatu lembaga formal menjadi UP dari organisasi kita dengan cara kita melakukan infiltrasi maupun kita membangun suatu lembaga formal dari awal lalu kemudian kita memperjuangkan status legalnya. Legalitasnya dari organ ini menjadi sebuah potensi yang dapat kita manfaatkan untuk melakukan kerja-kerja yang “sulit” untuk dikerjakan oleh komisariat secara langsung atau melakukan kerja dengan cara yang lebih “halus”. Potensi dari legalitas antara lain adalah :
Logistik, dengan ini maka kita dapat menggunakan DKM dan fasilitas-fasilitas kampus untuk mendukung kerja-kerja organisasi kita. Tetapi harus diingat hal ini dapat berbahaya dan menjurus pada tingkatan korupsi, kita tidak boleh manggantungkan sumber dana kita dari UP dan tergantung terhadap UP.
Fleksibilitas (kelenturan), harus diakui pada saat ini kondisi sangat menyulitkan kita untuk secara langsung untuk melakukan mobilisasi massa dalam kegiatan-kegiatan kita. UP dapat kita manfaatkan untuk memfasilitasi kegiatan kita dalam kemasan yang berbeda. Didalam kegiatan tersebut dapat kita masukkan targetan-targetan kita, dan melakukan pembangunan kontak dengan menyebar anggota kita.
Akses yang lebih luas, dengan legalitas maka akses kita terhadap data-data serta informasi mengenai situasi kampus lebih terbuka, daripada kita mencarinya dengan “baju” komisariat.
Kerja UP harus mendukung kerja komisariat
1. Komisariat adalah sentral dari segala aktifitas perjuangan dalam lingkungan kampus. Jadi dalam prakteknya, kepemimpinan tertinggi dalam lingkup kampus ada pada komisariat. Seluruh anggota SMI mempunyai panduan umum yang secara garis besar tercantum dalam tiga (tiga) dokumen penting organisasi kita, yaitu Risalah Perjuangan (Manifesto Politik), AD/ART dan Modul (silabus) Pendidikan. Secara lebih khusus maka kemudian panduan umum itu kemudian “diterjemahkan” dalam program kerja di tiap tingkatan organisasi mulai dari Komite Pimpinan Pusat (KPP) sampai komisariat. Sentralisme-Demokrasi haruslah menjadi sintesis yang nyata secara praktek bukan hanya menjadi slogan dibibir. Pada dasarnya tujuan sebuah UP dibangun atau dikuasai adalah untuk memaksimalisasi kinerja dan pencapaian program komisariat, terutama Demokratisasi Kampus. Dan harus diingat bahwa taktik tidak boleh mamakan strategi, kerja-kerja jangka pendek yang dilakukan jangan sampai melemahkan atau menghancurkan kerja-kerja jangka panjang. Jadi dalam menyusun program atau “menterjemahkan” panduan umum, melakukan analisa terhadap situasi dan kondisi objektif dalam lingkungan kerja kita dengan memakai cara berfikir dan filsafat yang benar adalah sebuah keharusan. Program harus sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan subjektif. Dengan dasar itu maka kita dapat menetapkan target-target atau hal-hal yang hendak dicapai dalam perjuangan didalam kampus, serta dengan dasar analisa tersebut pula kita menentukan metode yang tepat untuk mencapai target-target yang telah ditentukan tersebut.
2. Dalam menentukan program atau target kerja dari UP harus pula diperhatikan sifat dari lembaga formal yang bersangkutan. Dengan melakukan pembacaan terhadap sifat suatu lembaga formal kita dapat dengan lebih objektif dan realistis menentukan target-target kita. Seperti sudah disebutkan diatas, lembaga formal pada dasarnya memiliki 2 (dua) sifat dasar, yakni yang bersifat politik dan yang bersifat hobby dan kegiatan (UKM).
a. Sifat Lembaga (Bersifat Politik)
Misal: BEM, Senat, dsb.
Kelebihan :
Program propaganda.
Pendidikan politik secara massal.
Aksi massa.
Konsolidasi politik.
Data dan Informasi.
Kekurangan :
Sulit untuk dijadikan “lumbung rekrutasi karena tiap pergantian pengurus akan ada pergantian kebijakan dan orientasi”.
Sulit untuk didominasi secara penuh karena mau tidak mau kelompok-kelompok lain harus diakomodir pula.
b. Sifat Lembaga (Bersifat Hobby dan Kegiatan (UKM))
Kelebihan
Program propaganda (khususnya Pers).
Lumbung rekrutasi.
Program pendidikan (khususnya Pers dan Lembaga kajian).
Data, Informasi dan Analisa.
Kekurangan
Kurang efektifnya kalau difungsikan untuk melakukan konsolidasi politik.
Sistem fraksi sebagai metode kerja didalam UP
1. UP pada hakikatnya adalah suatu organisasi yang berbeda dari komisariat, hubungan komisariat dengan UP juga tidaklah terjadi secara langsung dalam satu garis komando. Garis komando dan Sentralisme-Demokrasi berlaku pada para anggota kita yang berdinamika dalam UP.
Hal ini mengisyaratkan bahwa UP secara relatif mempunyai otonomi. Tetapi otonomi relatif ini tidak berlaku pada para anggota kita yang bekerja di UP. Mereka berada dibawah kontrol dari Departemen Organisasi dan Jaringan (DOJ) komisariat.
Pengontrolan DOJ menjadi hal yang sangat penting, karena anggota yang bekerja dalam UP sangat rentan terhadap bahaya liberalisme dan oportunisme. Tetapi hal ini bukan berarti DOJ berkuasa secara absolut atau mempraktekkan sentralisme tanpa demokrasi. Kita tidak boleh terjebak pada birokratisme, karena hal ini masalah akan menghambat perkembangan kerja bahkan dapat menghancurkan kerja kita.
2. Para anggota yang bekerja didalam UP, atau sering pula disebut sebagai simpul harus disusun dalam grup-grup kerja yang disebut dengan Fraksi, yang dikoordinir oleh satu orang.
Untuk menggontrol kerja dan menjawab kebutuhan maupun kendala yang dihadapi dalam kerja maka harus ada forum atau media pembahasan antara DOJ dan Koordinator Fraksi yang dijadwalkan secara sistematis oleh DOJ.
Para Koordinator Fraksi diwajibkan membuat laporan secara regular kepada DOJ. Laporan ini berguna untuk mengevaluasi kinerja Fraksi dalam menjalankan program-program serta target-target yang telah disusun oleh komisariat.
3. Dalam kondisi tertentu dimana jumlah anggota komisariat sedikit sedangkan kondisi objektif membutuhkan kita untuk mau tidak mau membangun atau menguasai UP. Terjadi rangkap kerja; yakni menjadi Pengurus Komisariat sekaligus pula bekerja di UP.
Dalam situasi seperti ini kita harus jeli dalam menyusun prioritas kerja, kemudian kita harus mempercepat rekrutasi untuk menambah anggota baru. Rangkap kerja apabila dibiarkan terlalu lama tentu akan mengakibatkan ketidakfokusan dalam bekerja.
4. Pembagian kerja antara anggota yang bekerja dalam UP (Fraksi) dengan anggota yang tidak, bukan berarti bahwa kita bekerja secara parsial (terpisah). Semua anggota baik yang bekerja dalam UP maupun yang tidak mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti yang tertuang didalam AD/ART SMI. Perbedaannya terletak pada tugas pokok dan tugas tambahan dari masing-masing anggota.
Tugas pokok adalah tugas-tugas yang diberikan tanggung jawab sesuai dengan posisi kerjanya didalam komisariat, misalnya Ketua umum, Sekretaris Jenderal, Departemen masing-masing, anggota fraksi, dsb. Sedangkan tugas tambahan adalah tugas-tugas yang diberikan tanggung jawab secara insidensial atau kerja-kerja dalam kerangka membackup kerja kawan.
Sumber :
"Menata Pola Hubungan Komisariat dan Unit Perjuangan (POREL)" oleh TOGEL (Komisariat Trisakti)